15 October 2011

*

MAHASISWA : Dambakan Situasi Kondusif Perkuliahan

Memang tidak asing lagi keberadaan pengemis dan pemulung yang memanfaatkan Fakultas Sastra Universitas Jember sebagai ladang untuk menggali nafkah. Kampus yang umumnya hanya tempat berinteraksi kalangan civitas akademik ternyata dimanfaatkan pengemis dan pemulung sebagai lintasan untuk melengkapi kebutuhan ekonominya.
Kegiatan mencangkok ilmu menjadi tak kondusif dengan eksistensi mereka. Kawasan pendidikan idealnya memiliki atsmosfir yang kondusif, dalam artian zona edukasi tersebut mendukung dan memaksimalkan proses belajar mengajar. Apakah kegiatan semacam ini dipersilahkan saja oleh pihak Dekanat.
Krisis global terus berlangsung, tak seorang dan satupun alat yang mampu meramalkan kapan krisis ini akan berakhir. Semua orang berlarian untuk menyelamatkan diri, bahkan menghalalkan segala cara untuk memenuhi hasratnya dari desakan ekonomi yang semakin meruncing. Tak heran jika kampus  tidak luput dari terkaman kegiatan para pengemis dan pemulung. Siapa yang tak tergiur dengan aliran rupiah dari kegiatan praktis.
Sikap diam mahasiswa yang cenderung mengacuhkan kehadiran pengemis dan pemulung memang tidak semestinya dimaknai bahwa mereka tidak terusik. Ternyata berbagai unsur lapisan mahasiswa itu memendam harapan besar agar pihak yang berwenang mempertegas komitmennya untuk menambal tumpukan lubang keresahan mereka.

Pengemis masuk kelas..
Ironis sekali ketika kelas yang biasanya hanya berisi mahasiswa dan dosen saja, tiba-tiba pengemis nimbrung dalam proses belajar mengajar. Seperti keresahan yang dialami Hadi mantan pengurus PORSA lewat ungkapanya, ”tidak sedikit dari mereka meminta sedekah saat proses belajar mengajar, efeknya dapat memecah konsentrasi”.
Ternyata kehadiran pengemis dalam kelas tidak seperti mahasiswa yang ketika datang kemudian menempati bangku kosong untuk menikmati proses perkuliahan. Lain halnya dengan mahasiswa, pengemis itu tidak tertarik untuk ikut campur mengasah keintelektualanya lewat materi perkuliahan. Mereka hadir sejenak dalam kelas tentunya hanya untuk menggoda kita agar berbelas kasih berbagi sedikit uang receh.
 Dicky wahyudi, selasa (16/2), satuan keamanan FS UJ yang bertugas pada shift sore itu mengatakan “Saya tidak setuju soal adanya pengemis, kadang ada pengemis yang sering masuk ke dalam kelas, terus kadang waktu anak-anak itu lagi belajar lalu ada pengemis yang menjulurkan tangan, itu kan paling tidak membuat mahasiswa atau mahasiswi risih untuk nongkrong di kampus” ia berupaya mengangkat pendapat dengan keberpihakanya pada sektor mahasiswa.
Banyaknya pengemis yang dibiarkan menguap tersebut ternyata menjadi fenomena tersendiri. Hal ini berimplikasi pada terganggunya aktivitas civitas akademika. Seperti yang dikatakan Yunita, Mahasiswi Jurusan Sastra Inggris “Terlalu seringnya mereka dan terlalu banyaknya mereka (pengemis .red) , sehingga mereka selalu mengganggu aktivitas”. Hal serupa juga dikatakan oleh Asnadi, mahasiswa jurusan sastra inggris, “Mengganggu kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan mahasiswa lainya”.
Situasi ini menganalogikan pengemis sebagai dinamit, kita takkan tau kapan dinamit itu meledak dan menghamburkan berbagai macam bentuk keresahan. Seperti halnya pemanfaatan FSUJ sebagai rute para pengemis. Konstruksi moral rasa kasihan yang telah terbangun akan segera hancur berkeping-keping setelah ancaman tentang hal yang menyangkut area kriminal itu datang. Seperti apa yang diungkapkan oleh Viktor mahasiswa sejarah, “Saya terganggu dengan potensi kriminal yang dibawa pengemis itu”.
Menurut Tri Susilo Pramono Mantan Presiden BEM FS UJ Periode 2009-2010, Rabu (21/4), “Walaupun mahasiswa lagi nyantai, masalah ini tetap mengganggu. Alangkah lebih baik bila situasi kampus dinetralisir dari kegiatan itu” Ungkapnya saat ditemui tim PaRTIKELIR didepan ruang Akademik.

Sampah itu mengundang pemulung…
Selain pengemis, tak heran area Fakultas Sastra yang berpintu lebar mengundang kehadiran pemulung. Sampah daur ulang yang berserakan menghasilkan suatu lapangan pekerjaan bagi para pemulung.
Tempat sampah yang terletak di sekitar sekretariat UKM mengundang mereka. Seperti dugaan besar  Muzaky, mahasiswa ilmu sejarah setelah helmnya hilang di parkiran depan sekretariat bersama yang menurutnya merupakan ulah dari para pemulung. Pasalnya pagi hari itu hanya mahasiswa sejarah 09’ yang melakukan prosesi perkuliahan.
 Pintu masuk dari empat penjuru mata angin dengan ramahnya mengucapkan selamat datang pada mereka. Berbagai macam bentuk kecemasan mulai dari merendahnya tingkat higienis sampai faktor kriminal melanda kalangan civitas akademik.
Titik jaga satuan keamanan fakultas hanya difokuskan pada area parkiran setelah itu setiap satu jam sekali keliling sastra. Hal ini juga menjadi salah satu dari beberapa pemicu hadirnya para pemulung.
Kesenjangan sosial itu memberi komplikasi rumit bagi aspek pendidikan dalam ruang lingkup Fakultas sastra. Mereka seakan menyempurnakan kehadiran jurang sosial di tengah geliat KBM (Kegiatan Belajar Mengajar).  Tentunya kondisi ini tidak terlepas dari perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat yang mengalami perubahan dan peningkatan, seiring dengan berkembangnya budaya dan kebutuhan masyarakat. [DieKey]
Share on :
 
© Copyright Ideas Online 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all